
Jadi begini, rumah yang saya tinggali sekarang bukanlah rumah baru, juga bukan rumah yang sudah terlalu tua, sedang saja-lah. Bulan Agustus tahun ini, genap 2 tahun kami tempati. Rumahnya gede, dengan 3 kamar tidur. Lingkungannya super duper nyaman dan tenang. 3 rumah besar di sekitar rumah saya adalah rumah kosong dan kebetulan para tetangga di blok saya ini pada demen tinggal di dalam rumah, percaya ngga percaya, kami bisa ngobrol banyak paling pas dawis atau PKK, sehari – hari hanya sekelebat aja liat tetangga.
Nah, kapan hari, belum ada sebulan tetangga samping kanan, dan belakang dalam kesempatan yang berbeda ketemu saya, tapi ngomong hal yang sama. Nanya kapan kontrakan saya habis dan meminta saya jangan pindah kemana – mana (semoga nantinya permintaan mereka diikuti dengan sponsor ya #ups). Nah, bingunglah saya, ada apa sampe mereka sebegitunya “nggondeli” saya. Sambil setengah terpaksa, akhirnya mereka cerita, bahwa rumah saya ini terkenal di komplek situ sebagai rumah berhantu. Hiiii…..sebelum saya lanjutkan ceritanya, hayo yang pada pengen minum atau pipis, lakukan dulu sekarang (sebelum nanti takut ke belakang hihihi…).
Lanjut ya…. saking terkenalnya rumah ini sebagai rumah hantu, sampai gang depan saya disebut gang hantu, apalagi dengan keberadaan 3 rumah kosong di sekitar rumah saya. Blok rumah saya adalah blok paling depan, di bawah sana masih banyak blok lainnya karena termasuk perumahan besar. Saking katanya ngeri dengan berbagai macam cerita tentang rumah saya, para warga blok bawah, saat malam tiba lebih memilih memutar lewat blok lain daripada melewati rumah saya. Kembali ke 2 ibu tetangga saya tadi. Berbagai penampakan yang dialami langsung, dan bumbu – bumbunya akhirnya terbuka lebar di telinga saya. Si mbak cantik yang suka duduk di jemuran atas terlihat dari jalan, si ibu tua yang senang duduk di “buk” (tempat duduk dari bata yang disemen) depan rumah, bapak yang hobi mojok di deket pohon cincau saya, keranda yang keluar dari garasi, dll..dll..dll….banyak pokoknya. Bahkan kata mereka, setiap kali ada yang pake rumah ini paling cuma bertahan 3 – 6 bulan saja. Nah, mereka pada heran dan bersyukur saya bisa tahan hampir 2 tahun, apalagi kami punya 3 bocils yang menurut mereka peka melihat dunia persetanan. Mereka bilang sejak saya tinggal di situ, ngga ada lagi tuh penampakan – penampakan, dan lagi katanya rumah ini auranya jadi terang (ya iyalah banyak lampu-nya hehe..).
Satu cerita lagi. Mulai musim hujan, saya ngga lagi jemur baju diatas karena malas naik turun “menyelamatkan” jemuran kalo pas tiba – tiba hujan. Saya pindah jemuran ke halaman depan deket pohon cincau saya. Nah, karena pengering mesin cuci saya rusak, maka demi mempercepat pengeringan, saya biasa jemur baju sore menjelang malam, besok paginya langsung kena matahari. Kata tetangga saya “mbak tau ngga, di tempat jemuran mbak yang didepan itu biasa para hantu itu ngumpul, kok mbak berani malam – malam jemur disitu” ceritanya si ibu ini terpaksa lewat depan rumah saya dan liat saya jemur baju. (dann dia ngga berani menyapa saya…..amboi sampai segitunya).
Jadi, apakah saya tahu dari awal kalo rumah saya berhantu. Jujur saya bilang, saya ngga tau sama sekali. 2 tahun lalu waktu saya dapet kunci rumah ini, langkah pertama saya, saya bawa sapu, ember dan tongkat pel ke rumah ini. Saya sapu dan pel, saya doakan setiap ruangan-nya, termasuk kamar mandi dan jemuran di atas. That’s all. Apakah selama ini kami pernah diganggu? Sama sekali tidak pernah, anak – anak bahkan tidur di kamarnya sendiri, kecuali si bungsu yang masih jadi “orang ketiga” diantara saya dan mas bojo.
Jadi, pelajaran yang saya ambil dari dunia perhororan ini adalah. Satu, jangan pernah bersekutu dengan dunia persetanan, jangan menghormati setan dan meletakkan levelnya sama dengan kita. Dalam ajaran agama yang saya anut, saya meyakini bahwa saat roh Tuhan ada di dalam diri saya, maka roh lain (termasuk setan) itu levelnya ada di bawah saya. Saya tidak pernah mau menjadikan setan sebagai teman saya apalagi pake jargon : kalo saya ngga ganggu maka dia ngga ganggu. Ngga mungkin itu, liat aja di dunia nyata, selagi kita berteman, pasti akan dicolek – colek, “hai, apa kabar?” Nah lho memang situ mau dicolek – colek.
Pelajaran yang kedua. Setelah saya denger cerita tetangga saya, saya flash back ke belakang (masak flash back ke depan?ha.ha.ha…ayo jangan tegang)…..bahwa ternyata saya menerapkan prinsip begini, saya punya kuasa di rumah ini. Waktu saya awal datang dan mendoakan tiap ruangnya, saya ingat bahwa saya memeteraikan secara dunia roh bahwa rumah ini adalah area kekuasaan saya (dalam kemelekatan roh saya dengan Tuhan saya tentunya, kalo saya sendiri secara manusia pasti ngga kuat lah….).
Pelajaran yang ketiga yang saya ambil adalah dari ilmu psikologis. Bahwa sebenarnya ketakutan adalah hasil olahan pikiran kita sendiri. Setelah baca cerita horor, liat film horor, denger cerita horor, pasti pikiran dipenuhi imajinasi liar. Lupa mematikan kran air, pikiran kita langsung “wah, kran air nyala sendiri”, ada ibu – ibu lewat berambut panjang pikirannya membayangkan mbak kunti halan – halan. Kan, pikiran kita akan menggerakkan apapun dalam hidup termasuk rasa takut. Rasa takut ini makin berkembang dan menjadi – jadi saat cerita rumah horor menyebar dan penuh bumbu tambahan.
Kata seorang sahabat, mungkin rumah ini jodoh saya, maturnuwun mbak, kata – katamu adalah doa yang aku aminkan. Jadi saya doakan tawar menawar kami bisa goal setelah dua tahun ini sang empunya rumah tak bergeming dengan angka fantastis-nya. Who knows? Kalo secara alam roh Tuhan sudah menyerahkan kekuasaan pada saya, terlalu mudah bagiNya untuk membuat rumah ini jadi rumah saya, tapi……biarlah kehendakNya yang terjadi.
Bukan arogan, bukan sombong, tanpa tendensi apapun. Dunia perhororan memang nyata, dunia persetanan memang ada. Tapi sejauh mana kita mengijinkan kuasa mereka atas kita, demikianlah yang akan terjadi.
Selamat malam… seperti cokelat enak dinikmati pelan – pelan, meleleh dan makin mengeluarkan nikmatnya. Mari menikmati juga setiap ketakutan, hingga kita merasakan nikmatnya. Hehe…
RELATED POSTS
View all